Home Aparatur Lawan Covid-19 dengan Kebiasaan CTPS

Lawan Covid-19 dengan Kebiasaan CTPS

540
0
Warga Takengon memanfaatkan dan merawat donasi fasilitas cuci tangan demi mencegah terpapar pandemi./Foto. Agus RB

Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir diharapkan tidak hanya dipelihara selama pandemi Covid-19. Kebiasaan ini dapat berdampak baik buat kesehatan

JAKARTA , tanohgayo.com – Kesadaran masyarakat untuk mencuci tangan pakai sabun relatif tinggi selama pandemi Covid-19. Hal tersebut diharapkan berkelanjutan agar publik hidup sehat dan wabah penyakit bisa dicegah. Survei oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) dan Nielsen pada kuartal II-2021 menyatakan, 78 persen dari 2.000 responden mencuci tangan dengan sabun. Angka ini meningkat dibanding survei serupa pada kuartal IV-2020 (69,3 persen) dan kuartal III-2020 (72,1 persen).

”Yang mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar 75,7 persen dan sebelum makan 87,1 persen. Sementara itu, orang yang memiliki anak balita dan mencuci tangan sebelum makan 92,1 persen dan setelah buang air besar 78,8 persen,” kata Risang Rimbatmaja dari lembaga UNICEF pada pertemuan daring, di Jakarta, Kamis (14/10/2021).

Pandemi Covid-19 mendorong kesadaran masyarakat untuk mencuci tangan dengan sabun. Sebelumnya, sebagian orang merasa cukup mencuci tangan dengan air selama tangan terlihat dan terasa bersih, serta tidak tercium bau. Padahal, mencuci tangan dengan sabun dapat membunuh bakteri, virus, dan kuman. Risiko sakit pun rendah. Mencuci tangan dengan sabun dapat menurunkan risiko terserang diare 30 persen, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) 20 persen, dan Covid-19 sebesar 35 persen. Adapun diare dan ISPA merupakan salah satu penyebab kematian pada anak balita tertinggi di Indonesia.

Tingginya kesadaran mencuci tangan dengan sabun perlu dijaga agar berkelanjutan. Kuncinya ialah membangun pengetahuan yang solid di masyarakat tentang manfaat cuci tangan bagi kesehatan. Jika itu tak dilakukan, cuci tangan dengan sabun dikhawatirkan hanya jadi formalitas selama pandemi. ”Saya mengusulkan agar ke depan komunikasi (tentang cuci tangan pakai sabun) tidak satu arah atau top down, tetapi lebih partisipatif. Masyarakat diajak belajar bersama untuk mendorong norma perilaku higienis,” ucap Risang.

Kendala

Menurut tenaga sanitarian dari Puskesmas Sangkrah, Surakarta, Andi Nurul Alsi Fatimasari, masyarakat awalnya enggan cuci tangan dengan sabun. Beberapa orang mengaku malas dan merasa ini merepotkan.

Hal ini direspons dengan memperkuat edukasi kepada warga melalui sekolah, posyandu, kegiatan pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK), kegiatan RT/RW, hingga komunitas. Cuci tangan dengan sabun dikampanyekan melalui pesan yang mudah dipahami dan menyenangkan.

Keengganan sebagian warga untuk cuci tangan juga ditemukan Indonesia Urban Water, Sanitation, and Hygiene Penyehatan Lingkungan untuk Semua (USAID IUWASH PLUS). IUWASH PLUS adalah program yang diinisiasi USAID, yakni lembaga Pemerintah Amerika Serikat yang menyalurkan bantuan di bidang pembangunan ekonomi dan kemanusiaan.

Menurut Penasihat Bidang Pemasaran dan Perubahan Perilaku USAID Iuwash Plus, Ika Fransisca, belum semua orang punya pemahaman akan pentingnya cuci tangan pakai sabun. Kegiatan itu baru dilakukan saat tangan terlihat atau terasa kotor, seperti berminyak, lengket, dan berbau tidak sedap.

”Ada juga yang berpikir, mengapa harus cuci tangan pakai sabun kalau sudah makan dengan sendok? Orang kadang lupa bahwa tangan kerap dipakai untuk membantu memegang makanan,” kata Ika.

Hal ini tampak dari studi formatif yang mereka lakukan beberapa tahun silam. Menurut hasil studi yang terbit pada 2018 tersebut, dari 3.458 rumah tangga, 67 persen di antaranya tidak mencuci tangan dengan sabun. Hanya 33 persen rumah tangga yang cuci tangan dengan sabun di waktu krisis, seperti setelah buang air besar, saat akan menyiapkan makanan, dan setelah memegang binatang.

“Ada juga yang berpikir, mengapa harus cuci tangan pakai sabun kalau sudah makan dengan sendok? Orang kadang lupa bahwa tangan kerap dipakai untuk membantu memegang makanan,” tambah Ika .

Edukasi masif disetiap momen

Edukasi pun diperkuat, salah satunya dengan melibatkan tetangga sebagai agen perubahan dan edukasi. Ini berdasarkan studi formatif USAID Iuwash Plus bahwa 36,3 persen orang menyebut tetangga sebagai sumber informasi utama.

Sementara itu, Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Vensya Sitohang mengatakan, momen Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia yang diperingati setiap 15 Oktober menjadi momentum perubahan perilaku masyarakat agar bersih dan sehat. Penghargaan dari Kemenkes ke kabupaten/kota yang melakukan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) diharapkan mendorong keberlanjutan perilaku hidup bersih dan sehat. (REL)