Aceh Besar, Tanohgayo.com – Munculnya pandemi Covid-19 dinilai diakibatkan dengan praktik-praktik pembangunan yang kurang mempertimbangkan masalah-masalah lingkungan , kesehatan serta keseimbangan ekologi.
Demikian disampaikan Pengamat Lingkungan Aceh TM Zulfikar Minggu (29/11), bahwa pandemi telah memberi ruang kepada pemangku kepentingan disemua jenjang, guna berupaya merespon kondisi, terutama guna mewujudkan pembangunan yang lebih ramah lingkungan dalam mengambil kebijakan.
“Ini pandemi bencana (khusus), ini kita melakukan upaya merespon kondisi, semasa pandemi ini tantangan, harus ada mandat konkrit dalam kegiatan semua orang dengan memperhatikan masalah-masalah keseimbangan pembangunan, contohnya ya bukan hanya sekedar memastikan protokol kesehatan (prokes) dijalankan saat ini, namun juga di masa depan,”imbau Zulfikar.
TM Zulfikar menekankan, bahwa pandemi ini juga sebagai upaya refleksi, dan berharap jadi cermin dalam praktik-praktik pembangunan yang lebih pro lingkungan.
“Itu tidak harus masa pandemi, namun jadi antispasi saat pandemi melandai kelak yang kita tak tau kapan berakhir. Protokol kesehatan seperti ini harus tetap diterapkan, baik relasi manusia dengan manusia, mau pun dengan hewan, dengan alam sekitar , memastikan semua orang berprilaku dengan berupaya lebih baik dan sungguh-sungguh mencegahnya dari awal dampak pandemi di masa depan dan potensi krisis ekologi yang jauh lebih merugikan.”pungkas TM Zulfikar.
Dampak positif Covid-19
Satu-satunya sisi positif dari pandemi ini yang bisa dirasakan hanyalah dalam hal perubahan lingkungan. Pandemi Covid-19 diketahui menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca di sepanjang sejarah manusia.
Tak seperti kondisi ekonomi, tim ahli dunia, seperti dikutip Jawapos melihat dampak positif yang dramatis ada pada lingkungan dengan emisi gas rumah kaca yang melihat penurunan terbesar dalam sejarah manusia. Dikatakan emisi rumah kaca di seluruh dunia turun sekitar 2,5 gigaton atau sekitar 4,6 persen dari normal.
Emisi atmosfer lain seperti partikel berbahaya PM2.5 turun sekitar 3,8 persen, dan sulfur dioksida turun 2,9 persen. Emisi belerang dioksida terutama berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang dikaitkan dengan asma dan sesak dada.
Kerugian Ekonomi
Kerugian global yang sudah dirasakan, kemungkinan akan meningkat ketika kebijakan penguncian (Lockdown) berlanjut, tetapi mencabutnya terlalu cepat dapat ‘mengarah pada dampak ekonomi yang lebih parah dan berkepanjangan’.
Guncangan bagi para pekerja juga dirasakan di seluruh dunia, dilaporkan bahwa ada lebih dari 147 juta orang di seluruh dunia telah dibuat menganggur dan kehilangan pekerjaannya akibat dari pandemi Covid-19 ini.
Angka tersebut diperkirakan menghasilkan pemotongan pendapatan upah dari gaji USD 2,1 triliun atau setara dengan Rp 30,3 kuadriliun atau enam persen dari semua pendapatan upah global. Dari total kehilangan pendapatan ini, USD 536 miliar atau setara dengan Rp 7,7 kuadriliun atau sekitar 21 persen hilang karena pengurangan perdagangan internasional. (Agus Rahmad B.)
#PakaiMasker #JagaJarak #CuciTanganPakaiSabun adalah perilaku kunci minimalkan risiko tertular COVID-19. Disiplinkan diri, ingatkan orang lain. covid19.go.id