Takengon, tanohgayo.com-Ketua DPRK Aceh Tengah mengikuti diskusi interaktif (Virtual) Menyusur Jejak Gayo Prasejarah, Selasa (03 Agustus 2021), dari ruang kerja Ketua DPRK Aceh Tengah.
Jejak Gayo Prasejarah mulai berhasil diungkap melalui penelitian dan penggalian arkeologis di Loyang Mendale, Ujung Karang, Loyang Pukes, Loyang Muslimin di seputaran Danau Laut Tawar oleh Balai Arkeologi Sumatera Utara pimpinan Dr Ketut Wiradnyana, MS.
DPRK Aceh Tengah menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Tim Peneliti Arkeologi dari Balai Arkeologi Sumatera Utra yang diketuai Dr Ketut Wiradnyana. Melalui serangkaian penelitian dan penggalian selama 10 tahun.
“Mereka menemukan berbagai tinggalan budaya dari zaman prasejarah. Mereka menemukan kerangka manusia, gerabah, kapak lonjong, kapak persegi, mata panah dan lain-lain sejak 8400 tahun sebelum Masehi,” ungkap Arwin Mega.
Menurut Mega, bahwa temuan tersebut sangat fantastis, bukan saja bagi orang Gayo melainkan juga bagi Indonesia secara umum. Dari segi Gayo, bahwa temuan arkeologi tersebut mempertegas jejak kehidupan Gayo prasejarah, sejak zaman batu pertengahan, zaman batu muda sampai awal Masehi.
Dari segi ke Indonesian, temuan itu konon mengubah teori penyebaran manusia di bumi Nusantara ini. Bahwa temuan tersebut memiliki potensi besar dalam bidang pembangunan Dataran Tinggi Gayo masa depan. Bahwa Gayo, selain memiliki potensi alam danau laut tawar, kopi Gayo, taman nasional gunung Leuser, Saman Gayo warisan dunia tak benda, ternyata juga punya jejak kehidupan Gayo prasejarah. Semua ini akan membuka Gayo lebih cerah dan cemerlang lagi di masa depan. Bagaimana semua potensi budaya dan sejarah ini memberi nilai tambah kepada masyarakat dan kepada daerah.
“Ya kita harus memikirkan dan menata masa depan berdasarkan potensi yang ada secara terintegrasi. Contoh bidang pariwisata. Kita sudah punya kopi, maka kita kembangkan wisata kopi, kita punya danau, maka dikembangkan wisata danau, wisata alam, wisata Saman, wisata Leuser dan sekarang ada lagi wisata Gayo prasejarah,” imbuh Ketua DPRK tersebut.
Sangat dimungkin untuk menyiapkan pemandu wisata Gayo prasejarah, informasi dan publikasi Gayo prasejarah. Dari segi pendidikan, jejak Gayo prasejarah ini bisa diajarkan melalui bangku pendidikan. Bagaimana asal mula orang Gayo datang dan menetap, apa saja tinggalan-tinggalannya, bagaimana lokasinya, apa kaitan dengan teori penyebaran manusia, dan sebagainya.
“Mari kita tata sejak sekarang. Kita diskusi intentif dengan Pak Ketut. Kita dengarkan pandangannya. Kita dengarkan dari para akademisi kita di kampus Universitas Gajah Putih, IAIN Takengon dan perguruan tinggi lainnya. Kita dengarkan pandangan para budayawan, seniman dan sebagainya,” saran Mega.
Ketua DPRK Aceh Tengah juga menyetujui, kalau perlu seluruh kawasan Danau Laut Tawar dijadikan tanah adat. Sebab didalamnya tersimpan kehidupan jejak masa lalu Gayo. “Nah ini kan perlu diatur dalam sebuah regulasi dalam bentuk qanun. Regulasi ini digodok di DPRK bersama eksekutif. Begitu juga dengan penataan daerah wisatanya dan lain-lain, harus ada aturan,” tegasnya.
Untuk itu, Arwin Mega menyarankan kepada pihak eksekutif melihat potensi itu. Lembaga legeslatif akan mendukung,, komunitas-komunitas pemerhati GayoPrasejarah ditumbuhkan. Masyarakat, dan pemuda Mendale dilibatkan. Pelaku-pelaku wisata diberi masukan dan pemahaman.
Ketua DPRK menyarankan, masyarakat Gayo umumnya diberi wawasan tentang kehidupan prasejarah. Sehingga semua orang bisa menjadi juru penerang jejak Gayo prasejarah. Demikian halnya siswa, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Kemudian area penggalian ditata, sedemikian rupa. Sehingga memberikan rasa nyaman, aman dan edukatif. Ini potensi luar biasa selain alam, kopi dan budaya. (RL/AG)