Takengon, tanohgayo.com-Prosesi Munirin Reje (Memandikan Raja-Gayo) satu proses ada yang ada sejak lama. Hal tersebut berkaitan dengan adat dan bukan proses pemerintahan. “Ini berkaitan dengan adat, bukan pertangungjawaban pemerintahan,” kata Banta Cut Aspala Wakil Ketua I Majelis Adat Gayo (MAG), Senin (17 Feb 2020).
Dijelaskan Aspala, bahwa setiap manusia yang menjalankan tugas tidak pernah ada yang selalu benar dan lurus dalam menjalankan amanah dan tangungjawab. Hal tersebut sesuai pepatah:
isi ara nangka si gere mugetah
si ara manusie sigere bersalah
kecuali nabi rasulullah
“Sehingga adat menghendaki diadakan pembersihan. Yang bagus menjadi pegangan dan yang buruk ditinggalkan,” kata Aspala.
Proses munirin reje, menurut Aspala, sudah dilakukan ratusan tahun bahkan ribuan tahun lalu. Seiring dengan masuk Islam, tentu disesuaikan dengan ajaran Islam, sehingga tidak ada kaitannya dengan bid’ah “Tidak ada kaitan dengan bid’ah, kalau ada yang berpikir seperti itu, mungkin kurang pemahaman tentang adat,” kata Aspala.
Memandikan reje juga memiliki makna untuk menghilangkan penyakit. Hal tersebut jugalah yang mendasari MAG memilih lokasi Wih Kelitu sebagai lokasi pemandian.
Wih Bengi Kelitu terletak di pintu gebang Kampung Kelitu. Bersumber dari mata air pegunungan yang bersih dan sangat dingin. Airnya mengalir, begitu juga harapan bahwa segala “penyakit” bisa mengalir dan tidak kembali ke hulu. “Kita hanyutkan penyakit supaya tidak kembali. Bisa saja dilakukan di tempat lain tapi air yang bersih,” kata Aspala. (wyra)